Senin, 12 September 2011

Sejarah Jemaat Eben Haezer Tuguis Loloda Selatan Gereja Masehi Injili Di Halmahera


Oleh: Marni Mais

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Studi

Yang mau ditulis dalam latar belakang laporan ilmiah adalah untuk mengusahakan adanya sejarah konprehensif dari Jemaat yang ada, dalam sinode GMIH. Ada beberapa literatur yang tawarkan untuk GMIH seperti:
1.      Geschieldenis der Zending op het Eiland Halmahera (Hoeting 1930)
2.      Gereja Protestan Halmahera 1942-1949 (F.L Wowiling)
3.      Bahtera Injil di Halmahera (M.Th Magani)
4.      Sifat dan Pergumulan Gereja di Halmahera 1941-1979 (James Haire)
5.      Benih Yang Tumbuh seri 9: GMIH (A.L. Franz), tidak memuat semua dokumen gereja yang berada dibawah payung sinode GMIH termasuk gereja masehi injili di Halmahera Jemaat Eben-Haezer Tuguis.

B.     Hasil yang diharapkan dan Manfaat
-          Laporan dari peneliti sebagai utusan fakultas yang menggambarkan jemaat-jemaat GMIH wilayah pelayanan loloda selatan berkaitan dengan riwayat pendidikan dan pergulatan.
-          Sebuah laporan yang mengungkapkan gejala umum dan khusus.
-          Jemaat yang diteliti akan menjadi dokumen suplemen bagi GMIH.

Manfaat:
-          Memperoleh potret jemaat dan pemahaman tentang gejala umum jemaat-jemaat itu,
-          Menangkap arus pergulatan konkkrit jemaat sebagai dasar atau masukan untuk menentukan program yang lebih kontekstual dan oikomenis
-          Sharing pengalaman antar jemaat
-          Bahan chritical movement in doing theology bagi fakultas teologi
-          Pengusulan atau rekomendatif  litbang kampus


C.     Sistematika Laporan

Bab I  Pendahuluan
a.       Penjelasan Penelitian
b.      Hasil dan Manfaat
c.       Sistematika Laporan

Bab II  Potret Jemaat
a.       Lokasi, Tata Kesuratan, Statistik
b.      Potret Konteks Sosial Budaya
c.       Sejarah Ringkas Jemaat

Bab III  Jemaat Eben Haezer Kini Dengan Hasil Penelitiannya
a.       Tantangan Internal, Eksternal, Respon dan Acuannya
b.      Rangkuman Analisa atau Seluruh Periode

Bab IV Penutup
Kepustakaan

BAB II
POTRET JEMAAT

A.    Lokasi, Tata Kesuratan, Statistik
Tuguis adalah sebuah desa yang berada diwilayah kabupaten Halmahera Barat Kecamatan Loloda dengan luas daerahnya 215 kilometer. Batas-batas wilayahnya meliputi:
-          Sebelah utara berbatasan dengan desa Kedi
-          Sebelah selatan berbatasan dengan desa Tolofuo
-          Sebelah barat berbatasan dengan laut
-          Sebelah timur berbatasan dengan hutan
Tata kesuratan yang dipakai baik dibidang pemerintahan maupun kerohanian adalah mengikuti bidang tertentu, misalnya dari bidang pemerintahan maka perlu menggunakan jalurnya seperti pemerintah kabupaten Halmahera barat, kecamatan loloda desa tuguis. Dan jika dari segi kerohanian maka kopnya yaitu gereja masihi injili di Halmahera wilayah pelayanan loloda selatan jemaat Eben Haezer Tuguis kemudian isi dari surat tersebut. Dalam penelitian kami surat keluar dari desa maupun jemaat sangat jarang hanya surat masuk banyak baik untuk desa maupun jemaat. 
Jumlah jiwa secara keseluruhan untuk desa Tuguis 740 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 177. Dari 740 jiwa, yang beragama Kristen protestan berjumlah 729 orang, Kristen katolik 5 orang dan islam 6 orang.[1]
B.     Potret Konteks Sosial Budaya
Tuguis adalah desa yang masih memegang erat kebudayaan atau adat istiadat para leluhur. Adat istiadat ini nampak sekali dalam kehidupan sehari-hari baik dalam tingkah laku, tata bahasa maupun dalam pergaulan, dan juga bahasa daerah masih tetap dipertahankan. Menurut mereka, bahasa itulah yang mempersatukan mereka jika mereka bepergian ke negeri orang dan jika bahasa daerah dihilangkan maka wajah dari daerah itupun akan hilang.

C.     Sejarah Ringkas Jemaat Eben Haezer Tuguis
Setiap desa atau jemaat tentunya mempunyai sejarah masing-masing, begitupun dengan desa atau jemaat di tuguis. Dibawah ini adalah sejarah ringkas desa atau jemaat Eben Haezer Tuguis.
Kata Tuguis berasal dari bahasa tobaru “Siguihoko yang artinya anyor kalao”. Asal mula masyarakat Tuguis adalah dari desa Tuguis kecamatan Ibu, mereka datang mengembara diseputaran pantai loloda hanya untuk mencari makan. Awalnya mereka tinggal berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain dan Tuguis adalah tempat yang kelima yang mereka tempati hingga kini. Perpindahan dari tempat yang satu ke tempat yang lain, yang ke empat mereka tinggal di Romo, akan tetapi pada suatu hari ada penyakit menular yang merajalela pada mereka semua. Penyakit itu mereka namakan penyakit sapu rata atau sarampa, yang sekarang ini kita kenal dengan penyakit cacar air. Dengan adanya penyakit ini, mereka memutuskan untuk berpindah tempat dan yang mereka tuju adalah tuguis yang ada sampai kini. Penduduk asli desa tuguis berawal dari keluarga sidiky, djurumudi, totounu, banggai dan arafane mereka ini berasal dari desa tuguis kecamatan ibu.

Dalam kehidupan sehari-hari merekapun mulai becocok tanam di daerah yang mereka tempati karena menurut mereka daerah itu dapat menunjang kebutuhan hidup sehari-hari, dan karena itu pula merekapun bersepakat untuk tidak kembali lagi ketempat asal mereka yakni desa tuguis kecamatan ibu.

Dari kelima keluarga yang menjadi penduduk asli desa tuguis, adapula suku pendatang. Mereka berasal dari suku tobaru dan suku loloda, bahasa yang mereka gunakan berbeda tetapi maksud dan tujuan dapat mereka pahami. Keluarga-keluarga ini adalah dowongi, baho, selly, dimes, doda, saruny, souw, nae, ngongoru, medja, dan lain-lain yang datang dan menetap didesa tuguis hingga kini.

Dalam kapasitas pemerintahan pada masa kesultanan ternate, makolano berpusat di desa Tolofuo dan dipimpin oleh sangaji Fara, sedangkan desa Tuguis dipimpin oleh nyira Sidiky.

Perkembangan jemaat ini mula-mula berasal dari bapak Sidangoli Sumbay yang datang dari Dorume atas perintah para guru zending yang berpusat di wilayah Galela. Kemudian zending mengutus pendeta Boger ke tuguis sebagai guru sekolah dan guru injil, dengan demikian  maka kedua tugas ini berjalan secara bersama-sama.

Injil masuk di desa tuguis pada tanggal 11 september 1927, dibawah oleh bapak Sidangoli Sumbay. Cara yang di pakai oleh Sidangoli Sumbay dalam pemberitaan injil adalah melakukan pendekatan dengan bergaul dari rumah ke rumah dan makan bersama-sama dengan mereka. Makanan khas mereka pada saat itu adalah nasi kuning, telur ayam, telur meleu, daging rusa dan daging babi, sedangkan minuman mereka adalah saguer. Dengan ini, ia pun menjalankan tugasnya yaitu memberitakan injil Yesus Kristus.[2]

Dengan usaha dan kerja keras bapak Sidangoli-Sumbay, maka ada tujuh orang yang mula-mula menerima injil dan menjadi jemaat pertama. Mereka adalah:

1.      Bapak Weda-Dowongi,                      5. Ibu Pinang,
2.      Bapak Barnabas Baho,                        6. Ibu Pijar Hatebula, dan
3.      Bapak Tarakeang Laudin,                   7. Ibu wila.
4.      Ibu Sulada,

Pada masa itu, ada sebagian warga yang menolak injil karena mereka masih hidup dalam dunia kekafiran dan masih memegang erat kepercayaan terhadap dewa yakni batu-batu besar dan pohon-pohon besar yang mereka anggap sebagai Tuhan yang memberi perlindungan dan selalu menolong mereka. Dalam kurun waktu lima tahun segala tantangan dapat dilewati dengan tuntunan Roh Kudus dan mereka pun meresmikan jemaat ini dan memberi nama “Eben-Haezer yang berarti Batu Pertolongan” mengapa mereka menamakan Eben-Haezer, karena Tuhan Yesuslah yang menjadi batu pertolongan dalam pemberitaan injil, sehingga dapat diresmikan menjadi jemaat Allah pada tanggal 11 September 1932, dengan jumlah 15 kepala keluarga, tujuh puluh Sembilan jiwa. Pada saat itu pula diadakan sakramen baptisan Kudus secara masal. Jadi tanggal 11 September 1927 ini dijadikan sebagai tahun masuknya injil di jemaat Tuguis dan tanggal 11 September 1932 dijadi sebagai tahun diresmikannya  jemaat Eben-Haezer Tuguis. Dari buah-buah iman penerima injil 15 kepala keluarga 79 jiwa inilah bertumbuh dan berkembang menjadi 175 kepala keluarga, 729 jiwa yang sampai saat ini masih tetap mempertahankan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia.[3]
Di bawah ini  adalah nama-nama pekabar injil yang pernah menjabat sebagai ketua atau  pimpinan jemaat di Eben-Haezer Tuguis:
1.      Sidangoli Sumbay ( 1927-1939)
Sidangoli Sumbay adalah orang yang di utus oleh Zending untuk menabur benih injil di desa Tuguis, dan berkat usahanya warga Tuguis dapat mengenal Yesus Kristus sebagai penolong dan Juruselamat manusia yang ada di dunia ini.

2.      Maiekel Sumtaky (1939-1940)
Maiekel Sumtaky adalah utusan Zending untuk menjadi guru jemaat di jemaat Eben-Haezer Tuguis. Ia memegang jabatan ini hanya satu tahun kemudian dipindahkan ke tempat lain.

3.      Agus Ale (1940-1945)
Agus Ale adalah utusan dari  zending dengan dua tugas yang harus dijalankan secara bersama-sama yaitu sebagai guru jemaat dan sebagai guru di sekolah, ia melaksanakan tugas ini di desa dan jemaat Tuguis selama lima tahun, kemudian ia dipindahkan ke tempat lain.

4.      Nikodemus Noki (1945-1957)
Nikodemus Noki adalah utusan dari Zending dengan dua tugas yang harus dijalankan secara bersama-sama yaitu sebagai guru jemaat dan guru agama di sekolah. Ia melaksanakan tugas ini selang waktu dua belas tahun kemudian ia dipindahkan ke tempat lain.

5.      Darius Dowongi (1957-1962)
Setelah Nikodemus Noki pindah ke tempat lain, ia menyerahkan tugasnya sebagai guru jemaat kepada bapak Darius Dowongi sebagai putra daerah sendiri untuk memimpin umat atau jemaat pada saat itu. Darius Dowongi menjadi guru jemaat selama lima tahun. Ia mampu melakukan atau melaksanakan tugas ini karena atas bimbingan dan pertolongan Roh Kudus.

6.      Daniel Kalenget (1962-1970)
Daniel Kalenget adalah utusan dari Sinode GMIH yang berkedudukan di Tobelo. Ia di utus untuk menjadi guru jemaat di jemaat Eben-Haezer  Tuguis. Ia melaksanakan tugas sebagai guru jemaat selama delapan tahun, kemudian ia pun dipindahkan ke tempat lain.

7.      Agus Ngosa (1970-1983)
Setelah Daniel Kalenget pindah ke tempat lain, ia menyerahkan tugas pelayanan ini kepada bapak Agus Ngosa yang pada saat itu menjadi guru di SD GMIH Tuguis. Bapak Agus Ngosa pada saat itu memegang dua jabatan sekaligus baik di gereja maupun di sekolah dan ia menjabat sebagai guru jemaat selama tiga belas tahun, kemudian ia dipindahkan oleh dinas ke desa Kedi karena tugas sebagai seorang guru atau sebagai pegawai negeri.

8.      Epaproditus Laudin (1983-1985)
Setelah Bapak Agus Ngosa pindah ke desa Kedi, ia menyerahkan tugas pelayanan ini kepada bapak Epaproditus Laudin sebagai guru jemaat, karena pada saat itu bapak Epaproditus adalah seorang majelis (penatua) di jemaat ini selama tiga tahun ia menjabat sebagai guru jemaat, kemudian ia menyerahkan tugas pelayanan ini kepada pendeta yang diutus oleh Sinode ke jemaat Eben-Haezer Tuguis.

9.      Pendeta Yulius Rajabaicole (1985-1991)
Pada waktu kedatangannya ke desa Tuguis, pimpinan jemaat pada saat itu adalah bapak Epaproditus Laudin. Tugas pelanyanan ini kemudian diserahkan kepada bapak pendeta Yulius untuk dilaksanakan. Ia melaksanakan tugas pelayanan ini atau menjabat sebagai pimpinan jemaat selama delapan tahun, kemudian ia dipindahkan ke tempat lain. Setelah pendeta Yulius pindah ke tempat lain, tugas ini diambil alih kembali oleh bapak Epaproditus Laudin dan ia melaksanakannya selama dua tahun lebih (1991-1993).


10.  Pdt. Oskar K. Kabarey, S. Th (1993- 2004)
Pendeta Oskar K. Kabarey S. Th adalah utusan dari Sinode untuk melayani umat Allah di jemaat Eben-Haezer Tuguis. Pada waktu kedatangannya di desa atau jemaat Tuguis, ia masih berstatus sebagai seorang vikaris. Selang waktu beberapa tahun dan atas usulan jemaat ke Sinode GMIH, ia pun ditahbiskan menjadi seorang pendeta. Setalah pentahbisan, ia pun diserahkan tugas untuk memimpin jemaat oleh bapak Epaproditus yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan jemaat. Selama sebelas tahun pendeta Oskar K. Kabarey memimpin jemaat Eben-Haezer Tuguis, kemudian ia dipindahkan oleh Sinode GMIH ke jemaat Imanuel Kedi.

11.  Pendeta Maks Djaga, S.Ag (2004-periode berjalan)
Setelah pendeta Oskar Kabarey dipindahkan ke jemaat Imanuel Kedi, maka Sinode GMIH mengutus pendeta Maks Djaga yang pada saat itu bertugas di jemaat Elim Totala Luar, pindah ke jemaat Eben-Haezer Tuguis. Hingga saat ini, beliau masih memegang jabatan ini dan menjadi pemimpin jemaat Allah  yang ada di desa Tuguis.[4]
BAB III
JEMAAT EBEN-HAEZER KINI DENGAN HASIL PENELITIANNYA

Berbicara mengenai kehidupan jemaat tidak dapat dilepaspisahkan dengan gereja atau organisasi tertentu, begitu juga dengan jemaat Eben-Haezer Tuguis ini tempat dimana kami melakukan penelitian. Sebelum melanjutkan tulisan ini, marilah kita melihat sejenak pengertian gereja, hakekat gereja, dan tujuan dari gereja hadir dalam dunia ini.

Kata gereja berasal dari kata Portugis “igreya” yang adalah terjemahan dari bahasa Yunani Kyriake artinya menjadi milik Tuhan. Yang dimaksud dengan milik Tuhan adalah orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Jadi, yang dimaksud dengan gereja adalah persekutuan para orang beriman. Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyebutkan persekutuan orang percaya atau orang beriman adalah ekklesia yang berarti perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul. Jadi jemaat atau gereja adalah lanjutan umat Allah atau penyataan umat Allah yang sejati.

1 komentar:

  1. terimah kasih Kaka atas tulisan ini yang suda dimuat di media, ini membuat tambahan referensi buat saya dan teman-teman pembanca. Karena tulisan ini dimuat dari tahun 2011, maka perlu adanya tidak lanjuti.

    BalasHapus