Oleh
Jery Petrus
Alumnus Fakultas Teologi UNIERA
Intelligence
plus character, that is the goal of true education (Marthen Luther
King)
Wacana tentang pendidikan
karakter menjadi sebuah wacana yang cukup menyita banyak perhatian dari
berbagai kalangan, lebih khusus para pakar ilmu pendidikan maupun para
praktisi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter itu sangat penting
dalam konteks kekinian Indonesia.
Sebagai upaya untuk mewujudkan fungsi dan tujuan dari pendidikan kita di
Indonesia, maka pendidikan karakter merupakan sebuah keniscayaan karena
pendidikan karakter memiliki tujuan untuk membentuk manusia yang berwatak dan
cerdas. Hal tersebut sejalan dengan apa selajan dengan salah satu tujuan
pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk
memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu
bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,
namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir
generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas
nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Melihat sepintas tentang makna
dari pendidikan karakter bila dikontraskan dengan realitas social, ternyata
memang banyak terjadi kesenjangan atau ketidaksesuaian antara teori dan praktik.
Dalam kehidupan keseharian telah terjadi
banyak praktek hidup yang menyimpang dari nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Oleh karena itu pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya
di sekolah saja, tetapi di rumuah dan lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini
peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi
juga usia dewasa.
Kata karakter memiliki banyak
makna bila ditinjau dari berbagai bergai sudut pandang keilmuan. Namun secara
umum karakter didefinisikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, watak. Sedangkan
berkarakter dapat kita sebutkan bahwa orang yang mempunyai tabiat, mempunyai
kepribadian, dan berwatak. Secara harafiah, karakter artinya adalah kualitas
mental atau moral, kekuatan moral, dan reputasinya (Hornby dan Parnwell dalam
asmani, 2011). Sedang dalam kamus besar psikologi karakter didefinisikan sebagai
kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran
seseorang; memiliki kaitan dengan sifat-sifat relatif tetap. Oleh karena itu, karakter dapat dikatan
sebagai ciri khas yang dimiliki oleh seseorang. Dan ciri khas itu adalah
sesuatu yang mengakar kuat dalam diri seseorang dan akan menjadi daya penggerak
seseorang untuk bertindak, bersikap, berujar, dan merespon. Senada dengan hal
itu, Khan (2010) menjelaskan bahwa karakter adalah sikap pribadi yang stabil
hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, integrasi antara
pernyataan dan tindakan.
Berdasarkan beberapa defenisi
singkat tentang karakter di atas, timbul menarik pertanyaan apakah karakter
bisa dibetuk dan dirubah? Pertanyaan ini tidak semata-mata dijawab bisa atau
tidak. Oleh karena itu sebelum menjawab pertanyaan diatas tentu kita harus
melihat faktor hereditas atau pengaruh gen dalam menentukan karakter seorang
individu. Jika kita sepakat bahw karakter merupakan turunan dari orang tua maka
karakter tidak dapat dibentuk. Namun dalam beberapa literatur menjelaskan bahwa
geh hanyalah salah satu faktor. Oleh karena itu, oran tua adalah satu-satunya
yang memiliki peluang utama untuk membentuk karakter. Dalam ilmu psikologi
dijelaskan bahwa kebiasaan yang selalu dilakukan secara berulang-ulang dan
didasari atas sebuah pemahaman dan kesadaran akan memnentuk dan menjadi sebuah
karakter. Walaupun demikian faktor hereditas jangan dianggap tidak penting,
karena faktor ini juga menjadi salah satu penentu dalam pembentukan karakter
seseorang.
Jika karakter bisa dibentuk apakah
karakter bisa dirubah? Ini pertanyaan yang sulit, dan selalu menjadi bahan
diskusi yang panjang dalam wacana pendidikan karakkter. Sebuah jawaban optimis
bahwa jika karakter bisa dibentuk maka karakter juga dapat dirubah. Mengapa..?
karena, pembangunan dan pembentukan itu sendiri sejatinya adalah perubahan. Namun
karakter bukanlah sesuatu yang mudah untuk dirubah. Ibaratnya sebuah bangunan
yang berdiri kokoh dibangun dengan konstruksi yang material yang tidak cepat
rapuh maka akan membtuhkan waktu yang cukup lama dan menguras energi untuk
mengubahnya. Namun, berbeda dengan bangunan yang dibangun dengan konstrusi
material yang mudah rapuh akan cepat dan mudah pula serta tidak menguru banyak
energi untuk mengubahnya. Dengan menyadari akan hal tersebut, maka pendidikan
karakter harus dimulai sejak dini dari dalam keluarga.
Keluarga mempunyai fungsi utama
adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya
dalam kehidupan masyarakat secara baik, serta dapat memberikan kontribusi yang
berharga dan memberikan kepuasan dan mampu menciptakan lingkungan yang sehat
guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Keluarga adalah aspek penting
dalam menanamkan karakter pada anak sehingga anak mempunyai karakter yang baik
sebagaimana yang diharapkan. Keluarga merupakan tempat yang paling awal dan
efektif untuk pembentukan karakter. Orang
tua sebagai pendidik pertama dalam proses pembentukan karakter anak, seyogianya
harus memiliki visi yang jelas untuk anak. Karena visi itu akan menentukan
langkah-langkah pendidikan karakter secara berkelanjutan. Apabila keluarga
gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang
terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi
institusi-institusi lain dalam hal ini sekolah atau lembaga pendidikan untuk
memperbaiki kegagalan-kegagalannya. Kegagalan
keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat
yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki
kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak
di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar